Enter your keyword

[:id]Valorisasi Kulit Ceri Kopi Menjadi Cascara Sebagai Upaya Peningkatan Pendapatan Petani Kopi di Desa Cibeusi[:en]Coffee Cherry Skin Valorisation Into Cascara as an Effort to Escalate Coffee Farmer’s Income in Cibeusi Village[:]

[:id]Valorisasi Kulit Ceri Kopi Menjadi Cascara Sebagai Upaya Peningkatan Pendapatan Petani Kopi di Desa Cibeusi[:en]Coffee Cherry Skin Valorisation Into Cascara as an Effort to Escalate Coffee Farmer’s Income in Cibeusi Village[:]

[:id]Valorisasi Kulit Ceri Kopi Menjadi Cascara Sebagai Upaya Peningkatan Pendapatan Petani Kopi di Desa Cibeusi[:en]Coffee Cherry Skin Valorisation Into Cascara as an Effort to Escalate Coffee Farmer’s Income in Cibeusi Village[:]

[:id]Penulis : Fakhira Rifanti M., S.T.

JATINANGOR, RH.SITH.ITB.AC.ID – Seleksi mahasiswa berprestasi tahun 2018 di tingkat fakultas SITH telah berakhir pada Rabu 28 Februari 2018 lalu. Di ajang seleksi ini, Juang Arwafa Cita, mahasiswa berprestasi prodi Rekayasa Hayati, mempresentasikan karya tulisnya yang berjudul “Valorisasi Kulit Ceri Kopi Menjadi Cascara Sebagai Upaya Peningkatan Pendapatan Petani Kopi di Desa Cibeusi”. Karya tulis yang bertemakan Sustainable Development Goals ini berhasil menjadi salah satu faktor yang mengantarkannya sebagai Mahasiswa Berprestasi Utama Tahun 2018 tingkat Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati ITB.

Presentasi karya tulis Juang diangkat berdasarkan program pengabdian masyarakat dari Himpunan Mahasiswa Rekayasa Hayati (HMRH) ITB, dibawah naungan program kerja Divisi Keprofesian. Bersama dengan mahasiswa-mahasiswa lainnya, Juang melakukan sebuah penelitian mengenai proses pengolahan kulit ceri kopi yang diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani kopi di kampung Cibeusi. Melalui karya tulis ini, Juang menunjukkan bahwa mahasiswa tidak hanya dapat unggul secara akademis maupun nonakademis tetapi dapat mengaplikasikan ilmunya ke masyarakat sehingga berpotensi membantu meningkatkan pendapatan mereka. Artikel ini akan mengulas lebih jauh mengenai program pengabdian masyarakat yang dilakukan HMRH ITB.

Sekilas tentang Desa Cibeusi

Lokasi Desa Cibeusi (kiri) dan Kebun Kopi Warga di Desa Cibeusi (kanan)

Kampung Cibeusi merupakan salah satu sentra penghasil kopi di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Desa Cibeusi terletak tiga kilometer di utara Kampus ITB Jatinangor dan telah menjadi mitra desa binaan Himpunan Mahasiswa Rekayasa Hayati ITB sejak tahun 2013. Lahan kopi di Kampung Cibeusi memiliki estimasi produktivitas tahunan sebesar 229 kg ceri kopi/hektar namun hasil panen yang dijual oleh petani Cibeusi hanya dihargai Rp 6.000-7.000/kg. Rendahnya harga jual ini tentu menjadi sebab pendapatan petani yang kecil padahal kopi justru dapat diolah kembali menjadi produk yang memiliki harga jual tinggi.

Pengolahan Kulit Ceri Kopi menjadi Cascara

Peningkatan harga jual kopi dapat diupayakan melalui valorisasi dimana sumber daya potensial yang awalnya memiliki nilai ekonomi rendah (umumnya berupa produk sampingan dari suatu proses pengolahan) dapat diolah menjadi suatu produk yang dapat lebih dirasakan manfaatnya sekaligus bernilai ekonomi tinggi. Buah ceri kopi terdiri dari beberapa komponen yang ternyata sangat berpotensi untuk diolah kembali, salah satunya adalah bagian kulit ceri kopi. Untuk mendapatkan kulit ceri kopi, proses depulping atau pengupasan kopi dapat dilakukan dengan menggunakan alat penumbuk, atau mesin pulper otomatis. Proses depulping akan memisahkan komponen kopi yaitu pulpa kopi (coffee pulp) yang terdiri dari kulit ceri dan daging buah kopi dan biji kopi hijau (green bean coffee). Dari 100 kg ceri kopi yang dilakukan proses depulping akan dihasilkan 56,8 kg biji kopi serta 43,2 kg kulit dan daging kopi.

Kulit Ceri Kopi Segar (kiri) dan Minuman Cascara (kanan)

Bagian kulit ceri kopi yang awalnya dianggap sebagai limbah sejatinya memiliki banyak manfaat. Kulit ceri kopi mengandung senyawa fenolik berupa asam klorogenat sebanyak 2,6% dari berat keringnya yang diketahui memiliki sifat antioksidan yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh manusia. Selain itu, kulit ceri kopi berpotensi diolah menjadi cascara, yaitu suatu minuman herbal dengan warna dan cara penyeduhan yang hampir mirip dengan minuman teh. Cascara dapat diproduksi dengan melakukan proses pengeringan pada kulit ceri kopi dan cascara yang telah dikemas dan siap seduh dapat dihargai hingga Rp. 40.000/kg. Komponen kopi lainnya yaitu biji kopi hijau juga dapat dimanfaatkan dengan menjual kembali dengan harga Rp. 23.000/kg atau tiga kali lipat dari harga ceri kopi.

Eksperimen pengeringan cascara dengan metode shade drying

Proses pengeringan kulit ceri kopi menjadi cascara diinvestigasi terlebih dahulu untuk menentukan metoda yang paling efisien. Melalui konstruksi model dari data eksperimen, waktu pengeringan ceri kopi dengan metode oven didapat yaitu 9,4 jam, sementara pengeringan dengan metode shade drying membutuhkan waktu 53 jam. Waktu pengeringan yang tidak terlalu lama serta pilihan metode yang tidak terlalu rumit ini, membuat produksi cascara sangat berpotensi untuk diterapkan di kampung Cibeusi. Selain proses pengeringan, metode pengemasan cascara juga dievaluasi. Cascara kering yang telah ditumbuk halus dikemas di dalam kantung teh sehingga mempermudah penyajian minuman cascara. Kantung teh berisi cascara tersebut dapat dibungkus kembali dengan metode plastic clip untuk menjaga kadar air dan kualitas cascara.

Analisis tekno-ekonomi kemudian dilakukan untuk mengevaluasi dampak penerapan produksi cascara di kampung Cibeusi. Pada produksi kopi konvensional dimana petani kopi di kampung Cibeusi menjual hasil panennya dalam bentuk ceri kopi, petani kopi hanya dapat menghasilkan Rp. 1.374.000/hektar. Penerapan valorisasi limbah proses depulping ceri kopi, yaitu kulit ceri kopi menjadi cascara akan menghasilkan 89,8 kg biji kopi hijau dan 28,4 kg cascara serta meningkatkan pendapatan petani kopi menjadi Rp. 3.201.400/hektar atau 233% dari metode produksi kopi konvensional. Lalu, implementasi proses depulping ceri kopi akan menghasilkan sebanyak 89,8 kg biji kopi hijau dan pendapatan petani meningkat menjadi Rp. 2.065.400/hektar.

Proses valorisasi kulit ceri kopi menjadi cascara dapat mengurangi produksi limbah hasil pengolahan kopi serta dapat meningkatkan pendapatan petani kopi di kampung Cibeusi. Peningkatan pendapatan petani kopi ini diharapkan dapat diiringi dengan peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan penduduk kampung Cibeusi untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan.

Sumber : Karya Tulis Juang Arwafa Cita[:en]Writer : Fakhira Rifanti M., S.T.

JATINANGOR, RH.SITH.ITB.AC.ID – The selection of Outstanding Student in 2018 from School of Life Sciences and Technology has ended in Wednesday, February 28th 2018. In this selection, Juang Arwafa Cita, as the representative from Biological Engineering major, presented his papers on “Coffee Cherry Skin Valorisation Into Cascara as an Effort to Escalate Coffee Farmer’s Income in Cibeusi Village”. This paper, which concern in Sustainable Development Goals, was one of the major factor that brought him to win as Main Outstanding Student of 2018 from School of Life Sciences and Technology, Bandung Institute of Technology (ITB).

This presentation itself based on community service program from professionalism division in Himpunan Mahasiswa Rekayasa Hayati (HMRH) ITB. Along with other biological engineering students, Juang researched on how to process the coffee cherry skin in order to increase coffee farmer’ income in Cibeusi Village. Through this paper, Juang showed that university students not only excellent academically and non-academically, but also capable to implement their knowledge for society, hence raising their income. Therefore, this article would review further about the community service program from HMRH ITB.

Cibeusi Village

Cibeusi village is one of the coffee producer in Sumedang Regency, West Java. It is located 3 km north from Jatinangor Campus of ITB and became assisted village of HMRH ITB since 2013. Productivity estimation of coffee in this village is about 229 kg of coffee cherry/hectare/year, with the selling price of coffee cherry is only Rp 6,000 – Rp 7,000/kg. This low selling price certainly is the reason behind farmer’s low income, when actually coffee could be processed into higher value product.

Coffee Cherry Skin Into Cascara

In order to enhance coffee’s selling price, valorisation could be done where potential raw material that used to has low economic value (usually a by-product from processing system) processed into a beneficial product that has higher economic value. Coffee cherry consist of potential components that could be reprocessed, one of them is coffee cherry skin, which obtained from de-pulping process either by conventional pounder or automatic pulper machine. De-pulping process will separate coffee pulp, consist of cherry skin and coffee flesh, with green bean coffee. From 100 kg of cherry coffee, de-pulping process will produce 56.8 kg of coffee bean and 43.2 kg of coffee’s skin and flesh.

Coffee cherry skin that considered as waste actually has a lot of benefit. It has chlorogenate acid for about 2.6% of its dry weight, which is a phenolic compound that beneficial for human’s health as antioxidant. Besides that, coffee cherry skin could be processed into cascara, a herbal drink that has the same color and brewing method as tea. Cascara could be produced through drying process, with a selling price up to Rp 40,000/kg for ready to brew cascara. Another component of coffee, green bean coffee, has a selling price of Rp 23,000/kg, which three times higher than coffee cherry.

Eksperimen pengeringan cascara dengan metode shade drying

Drying process of coffee cherry skin into cascara should be investigated first to determine the most efficient method. Through construction model of experiment data, duration for drying of coffee cherry by oven should be 9.4 hours, while shade drying method needs about 53 hours for the coffee cherry. Since cascara production needs only a quite short drying time and has a simple method, it is very potential to implement it in Cibeusi Village. Moreover, packing process of cascara should be evaluated too. Dry cascara that already smoothly pounded will be put into a tea bag, so it will be easier to use. Tea bags with cascara could be repackaged inside a plastic clip to maintain the water content and quality.

Techno-economic analysis could be done to evaluate the impact of cascara production in Cibeusi Village. In conventional coffee production, coffee farmer only obtain Rp 1,374,000/hectare. Meanwhile, valorisation of waste from de-pulping process of coffee cherry, the coffee cherry skin, into cascara will produce 89.9 kg of green bean coffee and 28.4 kg of cascara, also escalate coffee farmer’s income into Rp 3,201,400/hectare, or about 233% of conventional method. Then, 89.8 kg of green bean coffee will also increase the income up to Rp 2,065,400/hectare.

Valorisation of coffee cherry skin into cascara could reduce the waste from coffee production and escalate the income of coffee farmer in Cibeusi Village. Through this escalation, it is expected that both standard of living and prosperity could be better for people in Cibeusi Village, in order to achieve the sustainable development.[:]

en_USEnglish
X