Kertas Anti Mikroba Dari Limbah Akar Wangi
Sebagian kecil daerah di Pulau Jawa Indonesia, dianugerahi keadaan geografis oleh Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga menjadi daerah produsen dan pemasok kebutuhan minyak atsiri berbahan dasar akar wangi. Pada proses penyulingan tanaman akar wangi untuk menghasilkan minyak atsiri, dihasilkan limbah berupa sisa-sisa tanaman akar wangi tersebut. Sebagian besar produsen minyak atsiri membakar limbah yang dihasilkan daripada melakukan upaya nilai tambah terhadap limbah tersebut . Berawal dari banyaknya limbah akar wangi yang tidak termanfaatkan dengan baik, lima orang mahasiswa ITB yaitu Lili Melani (Rekayasa Hayati 2010), Rahmah Putri (STF 2010), Nida Anbar (Teknik Industri 2011), Rizkia Lazuardina (STF 2010) dan Affina Musliha (STF 2010) membuat suatu kertas pembungkus anti mikroba yang berbahan dasar limbah akar wangi.
Diiringi dengan semangat kerja keras dan motvasi diri untuk menghasilkan karya, kelima mahasiswi tersebut mengawali proses pembuatan kertas anti mikroba dengan mendatangi produsen minyak atsiri akar wangi di Kecamatan Samarang, Garut, Jawa Barat yang menghasilkan limbah akar wangi. Limbah akar wangi kemudian dicuci bersih untuk menghilangkan tanah, debu dan pengotor lainya. Tahapan selanjutnya, limbah dikeringkan dengan cara dijemur dibawah paparan sinar matahari. Setelah mengalami penjemuran, limbah akar wangi diblender sampai halus untuk menghasilkan bubur limbah akar wangi yang dapat dicetak menjadi berbentuk lembaran seperti kertas. Dukungan dan bimbingan dari Sukrasno selaku dosen pembimbing dari Sekolah Farmasi ITB dan masukan dari Mukhsin selaku pakar kertas sekaligus dosen Seni Rupa ITB, diperoleh kelima mahasiswi selama proses pembuatan kertas anti mikroba tersebut.
Setelah kertas anti mikroba berbahan dasar limbah akar wangi berhasil dibuat, dilakukan pengujian sifat anti mikroba terhadap kertas tersebut. Pengujian awal dilakukan dengan cara membungkus buah stroberi menggunakan kertas anti mikroba. Berdasarkan hasil pengujian, buah stroberi yang dibungkus dengan kertas anti mikroba memiliki ketahanan terhadap busuk yang lebih lama yaitu sekitar 7 hari, dibandingkan dengan buah stroberi yang dibiarkan begitu saja, dan buah stroberi yang dibungkus dengan kertas pembungkus nasi, busuk setelah 3 hari. Pengujian uji medium bakteri turut dilakukan untuk menguji kualitas anti mikroba kertas yang telah dibuat. Pada percobaan ini, kertas anti mikroba dipotong bulat cakram dan diletakan dalam medium agar yang sudah dikembangkan bakteri E.colli didalamnya. Berdasarkan pengujian ini, pada medium agar yang diletakan kertas, pertumbuhan bakteri E.colli tidak sepesat pada medium agar yang tanpa peletakan kertas anti mikroba.
Prestasi turut diraih kelima mahasiswi ini sebagai buah kerja keras dalam proses pembuatan kertas anti mikroba berbahan dasar limbah akar wangi. Tim pembuat kertas anti mikroba ini, berhasil mengalahkan 29 kompetitor dari berbagai macam perguruan tinggi di Indonesia seperti Universitas Indonesia (UI), Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Diponegoro (Undip), Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), dan perguruan tinggi lainya untuk membawa predikat best of the bestdalam kompetisi bertajuk UInnovation yang diadakan oleh BEM Universitas Indonesia (UI) pada Maret 2014.
Disinggung mengenai harapan akan karya yang telah diciptakan, Lili dalam sesi wawancara mengutarakan harapnya berupa adanya institusi yang dapat bekerjasama dengan para petani, sehingga limbah hasil penyulingan minyak atsiri akar wangi dapat langsung diolah oleh industri tersebut. Senada dengan Lili, Rahmah mengutarakan harapanya. “Besar harapan, kertas ini dapat benar-benar bisa terpakai dan bisa bekerjasama dengan produsen kertas untuk menghasilkan kualitas kertas yang lebih baik.” Sebelum mengakhiri wawancara, Lili dan Rahmah mengutarakan motivasi mereka dalam menciptakan kertas anti mikroba tersebut. “Semangat diperlukan dalam proses pembuatan kertas ini. Selain semangat, nilai-nilai Tridharma Perguruan Tinggi turut memotivasi,” tutur Lili. “Ingin bermanfaat dengan ilmu yang dimiliki dan dapat menghasilkan karya. Merasa sedih kalau enggak menghasilkan karya apa-apa,” tutur Rahmah mengakhiri wawancara.
Sumber : Berita ITB
No Comments